Kitab Kasf Al-Mahjub Tentang Waliyullah
Bismillahir rahmanir rahiim
Syaikh Abu Hasan Ali Hujwiri dalam kitabnya yang berjudul Kasyf
Al-Mahjub, mengatakan bahwa wali Akhyar sebanyak 300 orang, wali Abdal
sebanyak 40 orang, wali Abrar sebanyak 7 orang, wali Autad sebanyak 4
orang, wali Nuqaba sebanyak 3 orang dan wali Quthub atau Ghauts sebanyak
1 orang. Sedangkan menurut Syaikhul Akbar Muhyiddin ibnu `Arabi dalam
kitabnya al-Futuhat al-Makkiyyah membuat pembagian tingkatan wali dan
kedudukannya. Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang
tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar
dapat diringkas sebagai berikut:
1. Wali Quthub al-Aqthab atau Wali Quthub al-Ghauts
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh
alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat,
maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.
2. Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat.
Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bergelar Abdur Robbi,
bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bergelar Abdul Malik,
bertugas menyaksikan alam malaikat.
3. Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang
masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kaabah.
Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul
Hayyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdul Murid.
4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di
suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak
tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab al-Futuhatul
Makkiyyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu (Muhyiddin ibnu ‘Arabi)
mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di
Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Muhyiddin ibnu ‘Arabi bertemu Wali Abdal
bernama Musa al-Baidarani. Sahabat Muhyiddin ibnu ‘Arabi yang bernama
Abdul Majid bin Salamah mengaku pernah juga bertemu Wali Abdal bernama
Muâ’az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara
mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur
dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.
5. Wali Nuqobaa
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan
mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera
menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqobaa
melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui
apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.
6. Wali Nujabaa
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.
7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang
membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi
Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair ibnu Awam. Allah menganugerahkan
kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam
beribadah.
8. Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab.
Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara
mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin
seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat
bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh
kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak
berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru
berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.
Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap
berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian,
sesudah 3 hari baru bisa berbicara.
Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun.
Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka
akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.
9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali
Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi
Muhammd saw.
Jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah ada 356 sosok,
yang mereka itu ada dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan
Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan
356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang
menyebut demikian.
Sedangkan menurut Syaikh al-Akbar Muhyiddin ibnu ‘Arabi (menurut
beliau muncul dari mukasyafah) maka jumlah keseluruhan Auliya yang telah
disebut diatas, sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka ada satu
orang yang tidak mesti muncul setiap zaman, yang disebut sebagai
al-Khatamul Muhammadi, sedangkan yang lain senantiasa ada di setiap
zaman tidak berkurang dan tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammadi pada
zaman ini (zaman Muhyiddin ibnu ‘Arabi), kami telah melihatnya dan
mengenalnya (semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu ia
ada di Fes (Marokko) tahun 595 H. Sementara yang disepakati kalangan
Sufi, ada 6 lapisan para Auliya, yaitu para Wali: Ummahat, Aqthab,
A’immah, Autad, Abdal, Nuqaba dan Nujaba.
Pada pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya
sebagaimana gelar Khatamun Nubuwwah yang disandang oleh Nabi Muhammad
saw?.
Ibnu Araby menjawab :
Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah
menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Nabi Isa
Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun
di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan
penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia
disela oleh Nubuwwah Syari’at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi
Muhammad saw sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian
Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Nabi Isa,
sebagai salah satu dari Ulul ‘Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka
turunnya Nabi Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tetapi
aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad saw, bergabung dengan para Wali
dari ummat Nabi Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka
kita.
Pada mulanya, ada Nabi, yaitu Adam as. Dan akhirnya juga ada Nabi,
yaitu Nabi Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Nabi Isa
kekal di hari mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu
Mahsyar bersama kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.
Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (zaman Muhyiddin ibnu
‘Arabi) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan
sejati. Saya kenal di tahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang
diperlihatkan oleh Allah Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya,
dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Penutup
Kewalian Muhammadiyah darinya. Dan Allah telah mengujinya dengan
keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam
sirr-nya.
Sebagaimana Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW,
begitu juga Allah menutup Kewalian Muhammadi, yang berhasil mewarisi
Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada
yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Nabi Isa, maka mereka itu masih kita
dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya’ Muhammadi, dan setelah itu
tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad saw. Inilah arti dari Khatamul
Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak
ada lagi Wali setelah itu, ada pada Nabi Isa Alaissalam. Dan kami
menemukan sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Nabi Isa As, dan
sejumlah Wali yang berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.
Dilain tempat, Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa dirinyalah yang menjadi
Segel (Penutup) Kewalian Muhammad. Beberapa wali yang pernah mencapai
derajat wali Quthub al-Aqthab (Quthub al-Ghaus) pada masanya :
• Sayyid Hasan ibnu Ali ibnu Abi Thalib
• Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
• Syaikh Yusuf al-Hamadani
• Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
• Syaikh Ahmad al-Rifa’i
• Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy
• Syaikh Ahmad Badawi
• Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
• Syaikh Muhyiddin ibnu Arabi
• Syaikh Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi
• Syaikh Ibrahim Addusuqi
• Syaikh Jalaluddin Rumi
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Beliau pernah berkata Kakiku ada diatas kepala seluruh wali. Menurut
Abdul Rahman Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat Al-Uns, bahwa
beberapa wali terkemuka diberbagai abad sungguh-sungguh meletakkan
kepala mereka dibawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
Syaikh Ahmad al-Rifa’i
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw,
maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan
beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu
dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw
tersebut. Salah seorang muridnya berkata :
“Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak
mu daripada Quthubiyah”. Kata murid: “Tuan Guru adalah Ghaus!”.
Jawabnya: “Sucikan syakmu daripada Ghausiyah”.
Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil
bahwa Syaikh Ahmad al-Rifa’i telah melampaui “Maqamat” dan “Athwar”
karena Qutub dan Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).
Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal
dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang
sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, Aku telah
di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging
harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit
yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan
kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk.
Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau
dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh
Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak
terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu
dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, Kok, bisa sampai
begitu banyaknya yang keluar, dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah
dua puluh hari tuan tidak makan dan minum.
Beliau menjawab, Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal
otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan
menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda
yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi
yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia
Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang
sepatutnya tersebar ke atas manusia lain. Wafatlah Wali Allah yang
berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur 12
Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578
Hijrah.
Syaikh Ahmad Badawi
Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau menatap matahari, sehingga
kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar,
khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap
langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka
berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak
terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan
bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak
sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat.
Pada usia dini beliau telah hafal Al-Quran, untuk memperdalam ilmu
agama ia berguru kepada syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan syaikh Ahmad
Rifai. Suatu hari, ketika beliau telah sampai ketingkatannya, Syaikh
Abdul Qadir al-Jailani, menawarkan kepadanya: “Manakah yang kau inginkan
ya Ahmad Badawi, kunci Masyriq atau Maghrib, akan kuberikan untukmu”,
hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Syaikh Ahmad Rifai, dengan
lembut, dan karna menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab;
Aku tak mengambil kunci kecuali dari al-Fattah (Allah ).
Peninggalan syaikh Ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan shalawat badawiyah sughro dan shalawat badawiyah kubro.
Syaikh Abu Hasan Asy-Syazili
Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti
keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya
digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang
tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah
(fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri
dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi
gurunya. Kemudian beliau menjawab, Guruku adalah Syaikh Abdus Salam ibnu
Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh
lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a,
Umar bin Khattab r.a, Usman bin Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a,
dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil,
Izro’il dan ruh yang agung.
Beliau pernah berkata, Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya
muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang,
semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan
oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang
akan terjadi besok sampai hari kiamat. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi
berkata, Aku setiap malam banyak membaca Radiyallahu’an Asy-Syekh Abul
Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang
menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku.
Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya,
Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya
Allahu ˜An Asy-Syaikh Abu Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah
swt, apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut
apakah diperbolehkan atau tidak?. Lalu Nabi saw menjawab, Abu Hasan itu
anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang
tuanya, maka barang siapa bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti dia
sama saja bertawassul kepadaku.
Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili yang sangat utama, yaitu
Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib Bahar dengan
istiqomah, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada
orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat
lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang
layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera.
Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi
tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib Bahar ditulis syaikh Abu Hasan
asy-Syazili di Laut Merah (Laut Qulzum).
Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu syaikh Abu Hasan
asy-Syazili pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin
bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan,
beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau
datang membawa kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu Hasan
asy-Syazili melafazkan doa-doa. Usai syaikh Abu Hasan asy-Syazili
membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar.